Archive for category Uncategorized

Kebijakan Open Sky ASEAN dan Implikasinya Bagi Indonesia

Pada tahun 2015 seluruh negara-negara yang tergabung dalam ASEAN diharapkan telah memiliki bandar udara internasional. Hal ini merupakan implementasi dari perjanjian open sky yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN dalam deklarasi ASEAN pada bulan Oktober tahun 2003 di Bali, Indonesia. ASEAN Open Sky Policy merupakan kebijakan untuk membuka wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN.  Implementasi open sky ini dilakukan secara bertahap. Pada 2015, seluruh negara di kawasan ASEAN ditargetkan wajib menerapkannya.

Sebelumnya pada bulan  Januari 2005, Indonesia pernah memberlakukan kebijakan open sky. Saat itu, langkah itu ditempuh guna mempermudah pengiriman bantuan  dan misi kemanusian dari negara-negara sahabat pasca bencana Tsunami di Aceh. Kebijakan open sky memungkinkan penerbangan langsung ke bandara tujuan, misalnya Singapore Airlines bisa terbang rute Jakarta- Bangkok langsung, dan Garuda bisa terbang Kuala Lumpur – Singapura.

Kebijakan open sky yang ditetapkan pada deklarasi ASEAN lalu tentu saja berbeda dengan yang pernah diberlakukan pemerintah Indonesia pada tahun 2005 lalu. Open sky ASEAN ini adalah pengembangan lebih lanjut kerjasama Keamanan, Ekonomi, Sosial Budaya di antara negara-negara ASEAN, terutama dalam industri penerbangan. Hal ini berarti akan terjadi persaingan bebas antar maskapai masing-masing negara dalam menggarap pasar penerbangan di kawasan ASEAN.

Kebijakan Open Sky ASEAN yang akan berlaku mulai tahun 2015 dibuat untuk merangsang persaingan dan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara ASEAN dengan menghapuskan kendala-kendala yang ada di sektor angkutan udara. Bagi Indonesia hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang. Infrastruktur dan kerangka peraturannya harus diselaraskan dengan praktik internasional terbaik, dan sektor angkutan udara harus mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan di kawasan regional yang lebih ketat. Pada saat yang bersamaan, sebagai negara terbesar di ASEAN dengan pasar domestik yang luas dan sektor maskapai penerbangan lokal yang bertumbuh pesat dan sangat kompetitif, Indonesia dapat memperoleh manfaat besar dari Kebijakan Open Sky regional ini.

Untuk meningkatkan daya saingnya di kawasan ASEAN dan regional, maka industri penerbangan Indonesia perlu mengambil berbagai langkah besar, mulai dari kualifikasi SDM yang profesional, standar keamanan penerbangan dan kualitas pelayanan yang baik. Industri penerbangan juga membutuhkan manajemen profesional mengacu pada standar internasional. Terobosan ini merupakan suatu tantangan besar, baik bagi pemerintah maupun swasta yang harus dikerjakan selama dua tahun ke depan, menyongsong ASEAN Open Sky pada 2015.

Apabila Indonesia tidak segera membenahi industri penerbangannya, pemberlakuan ASEAN Open Sky pada 2015 bukan lagi menjadi peluang melainkan suatu ancama bagi keberadaan maskapai-maskapai Indonesia. Indonesia akhirnya hanya akan menjadi ladang empuk bagi maskapi asing, terutama dari Negara tetangga sendiri, yaitu Malaysia dan Singapura. Lebih dari itu, ketidaksiapan berbagai aspek dalam industri penerbangan akan membuat pertahanan dan kedaulatan udara Indonesia terancam. Terganggunya kedaulatan itu disebabkan Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan memadai dalam menjamin keamanan penerbangan, sehingga wewenang pengaturan lalu lintas udara di wilayah kedaulatan Indonesia akan diserahkan kepada Negara lain.

Sebagai negara terbesar di Asean, Indonesia harus memanfaatkan peluang yang legit ini. Dengan pasar domestik yang luas dan sektor maskapai penerbangan lokal yang bertumbuh pesat serta sangat kompetitif, Indonesia harus bisa memanfaatkan peluang besar dari kebijakan ASEAN Open Sky. Indonesia sebagai negara kepulauan dan berpenduduk terbesar di Asean memiliki potensi pasar angkutan udara yang sangat tinggi dibandingkan negara Asean lainnya.

Para pemain di industri penerbangan harus bisa memanfaatkan peluang adanya ASEAN Open Sky, dengan meningkatkan mutu SDM, manajemen, kesehatan finansial, dan peremajaan armada pesawat, agar mereka mampu berkompetisi di tingkat regional maupun internasional. Kesempatan takkan pernah datang dua kali. Selain kalangan industri penerbangan, pemerintah juga harus segera membenahi berbagai infrastruktur. Bandara utama, seperti Jakarta dan Bali, harus disiapkan menuju multi-airport system, dengan fokus pengembangannya menjadi suatu kota bandara (aerotropolis).

Kondisi Penerbangan Domestik

Kalau di review dari beberapa tahun ke belakang, pada tahun 2001, dunia penerbangan Indonesia telah memulai era low cost airline. Perubahan ini banyak membuat pelaku industri penerbangan menerapkan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan di antara maskapai penerbangan domestik. Akibatnya, perang tarif tak terelakkan, lebih dari itu, dalam rangka untuk menekan harga tiket serendah-rendahnya, biaya pun dipangkas dan pesawat-pesawat yang usianya sudah tua pun didatangkan untuk mendapatkan harga sewa yang murah. Persaingan yang tidak sehat ini memiliki dampak buruk bagi maskapai dan juga konsumen. Hingga klimaksnya, adanya penilaian pemeringkatan maskapai penerbangan oleh Departemen Perhubungan dan dikeluarkannya larangan terbang oleh Uni Erope per Juli 2007. Sejak saat itu maskapai Nasional berusaha melakukan perbaikan di segala bidang terutama faktor keamanan dan keselamatan penerbangannya.

Indonesia yang memiliki 26 bandara internasional, serta wilayah dan populasi penduduk yang besar merupakan peluang yang besar bagi negara ASEAN lain untuk meraup keuntungan melalui kebijakan tersebut. Bila dibandingkan dengan Singapura yang hanya punya satu bandara dan Malaysia yang punya enam bandara dan yang diliberalisasi hanya dua bandara saja, maka komposisi yang dimiliki Indonesia jelas tidak sebanding dengan kedua negara tersebut.

Oleh karenanya, selain memperhatikan potensi keuntungan yang dapat diperoleh dengan kebijakan open sky ini, pemerintah harus mewaspadai peluang ancaman perebutan pangsa pasar penerbangan di wilayah ASEAN juga pangsa pasar penerbangan domestik. Bisa dikatakan, kebijakan open sky ini adalah salah satu cara menembus pasar penerbangan Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dengan fasiltas bandara yang banyak.

Kebijakan liberalisasi penerbangan atau ASEAN Open Sky Policy ini tidak hanya berlaku untuk pesawat penumpang, tetapi juga untuk pesawat kargo. Kementerian Perhubungan telah menetapkan tujuh bandara internasional yang akan melayani hilir mudik pesawat kargo tersebut. Sedangkan untuk pesawat penumpang, pemerintah berencana akan menetapkan lima bandara yang akan diliberalisasi untuk memenuhi kebijakan open sky. Kelima bandara itu adalah Soekarno-Hatta di Jakarta, Kualanamu di Medan, Juanda di Surabaya, Ngurah Rai di Denpasar serta Hasanuddin di Makassar.

Walau begitu, hingga kini keresahan di kalangan pelaku penerbangan tak kunjung hilang. Permasalahan-permasalahan yang masih terjadi di dalam industri penerbangan domestik tentu akan menjadi penghambat saat open sky ini benar-benar diterapkan. Masalah kepemilikan asing di tubuh maskapai masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, asosiasi penerbangan, dan stake holders. Masalah ketersediaan pilot yang memiliki kualifikasi sesuai standar pun belum terselesaikan, karena faktanya beberapa maskapai masih menggunakan pilot asing.

Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan bahwa jumlah armada maskapai Indonesia yang memiliki potensi untuk melayani rute penerbangan internasional masih terbilang sangat sedikit. Bahkan Dirjen Perhubungan Udara Herry Bakti S Gumai mengungkapkan pada situs resmi Kementrian Perhubungan, bahwa dengan segala keterbatasan yang ada saat ini, menurutnya Indonesia tidak akan bisa mengimplementasikan kebijakan open sky ini secara menyeluruh pada 2013 mendatang.

Belajar dari pengalaman penerapan ACFTA, bahwa jangan sampai terlambat mempersiapkan Indonesia menghadapi serbuan maskapai asing dalam persaingan industri di bawah payung open sky ASEAN. Kita harus bergegas membereskan permalasahan-permalasahan yang nantinya akan menjadi kendala tersendiri dalam era liberalisasi bandar udara di ASEAN. Indonesia sebagai Negara besar yang berdaulat harus tegas dan berani melindungi industri penerbangan domestik dari ancaman asing. Hal ini sesuai dengan konvensi Chicago pasal 1, yang menyebutkan, bahwa suatu negara berdaulat di dunia ini berhak mengatur dan menutup bandaranya dari kepentingan negara lain. Dan konvensi Chicago ini adalah dasar dari tercetusnya ASEAN Open sky Policy.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Mandagi, Albert. 2013. Asean Open Sky 2015, Ancaman Atau Peluang. (online)

http://www.investor.co.id/home/asean-open-sky-2015-ancaman-atau-peluang/64237. Diakses tanggal 17 November 2013.

 

 Sudiro. 2013. Asean Open Sky, Siapkah Indonesia. (online) http://tabloidaviasi.com/liputan-

utama/asean-open-sky-siapkah-indonesia/. Diakses tanggal 17 November 2013.

 

Ningtyastuti, Ratna. 2010. Menilik Kebijakan Open Sky Asean. (oline)

http://ratnaningtyastuti.wordpress.com/2010/04/06/menilik-kebijakan-open-sky-asean/. Diakses tanggal 17 November 2013.

 

PDF

Para Pemangku Kepentingan Mempertimbangkan Proyeksi Dampak Kebijakan Open Sky ASEAN.pdf

Tinggalkan komentar

Resume Buku “SELAMATKAN INDONESIA”

“SELAMATKAN INDONESIA”

oleh: MUHAMMAD AMIEN RAIS

BAB I

SEJARAH BERULANG

Apa yang kita alami dalam dan saksikan dalam beberapa dasawarsa terakhir  pada abad 20 dan dasawarsa pertama pada abad 21 sesungguhnya, dalam banyak hal, merupakan pengulangan belaka dari apa yang kita alami pada zaman penjajahan kompeni dan pemerintahan Belanda di masa lalu. Dahulu pendudukan fisik dan militer Belanda menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan kemerdekaan, kemandirian dan kedaulatan politik, ekonomi, sosial, hukum dan pertahanan. Sedangkan sekarang ini pendudukan fisik dan militer asing itu secara resmi sudah tidak ada dan kelihatan. Tetapi sebagai bangsa kita telah kehilangan kemandirian, dan sampai batas yang cukup jauh, kita juga sudah kehilangan kedaulatan ekonomi. Dan banyak hal, bangsa Indonesia tetap tergantung dan menggantungkan diri pada kekuatan asing.

Dalam era globalisasi yang mengalir deras, Indonesia telah terseret menjadi sekedar subordinat atau agen setia bagi kepentingan asing. Kekuatan-kekuatan korporasi telah mendikte bukan saja perekonomian nasional seperti kebijakan perdagangan, keuangan, perbankan, penanaman modal, kepelayaran, dan kepelabuhan, kehutanan, perkebunan, pertambangan migas dan non-migas, dan lain sebagainya, tetapi juga kebijakan politik dan pertahanan. Bahkan bisa dikatakan bangsa Indonesia telah tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Nampak bangsa kita begitu cepat lupa pada sejarah. Ada pepatah asing terkenal pernah mengatakan I’histoire se repete, sejarah berulang kembali. Kalau kita mau jujur melihat hilangnya kemandirian dan kedaulatan ekonomi kita, sesungguhnya sejarah imperialisme tempo doeloeitu kini sudah hadir kembali dalam bentuk dan pengejawantahan yang berbeda. Namun agaknya banyak diantara kita yang belum atau tidak menyadarinya.

BAB II

GLOBALISASI MAKIN LAYU

Bahwasanya ada beberapa definisi yang kiranya dapat merefleksikan fenomena globalisasiyang sudah dan sedang kita hadapi sebagai bangsa. Sebuah definisi menyatakan bahwa globalisasi pada pokoknya berarti proses interkoneksi yang terus meningkat diantara berbagai masyarakat sehingga kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah negara mempengaruhi Negara dan masyarakat lainya. Dunia yang terglobalisasi adalah dunia dimana peristiwa-peristiwa politik, ekonomi, budaya dan sosial semakin terjalin erat dan merupakan dunia dan dimana kejadian-kejadian tersebut berdampak semakin besar.

Ada tiga pilar globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO. Mereka menjalankan tugas berdasarkan konsep Washington Consensus dari John Williamson yang menyarankan agar negara berkembang melakukan perubahan dalam sepuluh hal berikut :

¯  Perdaganagn bebas.

¯  Liberalisasi pasar modal.

¯  Nilai tukar mengambang.

¯  Angka bunga ditentukan pasar.

¯  Deregulasi pasar.

¯  Transfer aset dari sektor publik ke sektor swasta.

¯  Fokus ketat dalam pengeluaran publik pada berbagai target pembangunan sosial.

¯  Anggaran berimbang.

¯  Reformasi pajak.

¯  Perlindungan atas hak milik dan hak cipta.

Globalisasi menjanjikan dunia yang lebih baik terutama dalam politik ekonomi. Demokrasi dijanjikan akan berkembang yang akan melenyapkan nasionalisme sempit, menggusur kediktatoran, rasisme dan kekerasan politik. Di ekonomi pasar akan tumbuh dahsyat dan akan emnguntungkan seluruh masyarakat. Kemakmuran akan merata dan umat manusia akan bahagia. Tapi ternyata janji itu tidak terbukti. Globalisasi makin layu karena imperialisme ekonomi lebih dominan.

Globalisasi melahirkan kesenjangan negara kaya dan miskin dan menciptakan sistem ekonomi yang eksploiatatif, dan menghilangkan kedaulatan negara yang lemah pertahanan nasionalnya seperti Indonesia. Di atas telah disebutkan bahwa disamping melahirkan kesenjangan Negara kaya dan Negara miskin dan menciptakan sistim ekomomi yang eksploitatif, imperialisme maupun globalisasi juga juga cenderung menghilangkan kedaulatan Negara-negara yang lemah khususnya menyangkut pertahanan nasionalnya.

Contoh Negara yang terpaksa kehilangan kedaulatannya, dalam hal kedaulatan ekonomi, tentu adalah Indonesia sendiri. Kita tentu masih ingat bagaimana secara factual ekonomi Indonesia pernah didikte dan didominasi oleh IMF pasca krisis moneter yang melanda Indonesia akhir 1990-an, dan itu adalah sedikit gambaran bahwasanya globalisasi sangat membawa efek negative untuk negara kita.

BAB III

KRITIK TAJAM DARI DALAM

Perlu kita sadari globalisasi yang telah berjalan cepat pada sekitar 3 dasawarsa terakhir ini telah memunculkan kritik tajam yang membuka sisi-sisi gelap, bahkan negative dan destruktif dari proses globalisasi. Yang menarik adalah bahwa kritik sangat tajam terhadap globalisasi itu justru berdatangan dari kalangan dalam, dari mereka yang pernah berada di “sarang penggerak” globalisasi.

Diantara kritikus terhadap globalisasi itu, yang paling menjulang adalah Joseph Stiglitz, Kata Joseph Stiglitz ekonomi pasar bebas tidak akan pernah menghasilkan efisiensi karena adanya informasi asimetris dari pelaku pasar. Keterbukaan ekonomi dan liberalisasi juga dia koreksi. Negara -negara yang membuka dirinya bagi perdagangan bebas, menderegulasi pasar uang dan menjual BUMN justru mundur. Negara berkembang justru menjadi korban liberalisasi modal dan keuangan.IMF berperan sebagai kolonialis.

IMF memaksa negara Negara  mengadopsi kebijakan yang tidak pro kepentinagn mereka sendiri. Pemaksaan privatisasi cepat misalnya malah memperburuk ekonomi dan ada dampak buruk sosial politknya. IMF dan Bank Dunia yang didominasi AS sudah menjadi instrumen politik luar negri AS yangmerug kan Negara berkembang

WTO juga menguntungkan negara maju dan menekan negara berkembang. Petani di negara maju disubsidi tapi di negara berkembang tidak boleh disubsidi. AS berkotbah tentang keterbukaan pasar tapi ketika industri dalam negrinya terancam impor dia membentuk kartel baja dan aluminium. As emndorong liberalisasi jasa keuangan tapi menentang liberalisasi sektor jasa pada umumnya, termasuk maritim. Agenda WTO curang sehingga mempersulit negara berkembang.

Kata Stiglitz ada lima kelemahan kunci sehingga globalisasi tidak memberi manfaat bagi kebanyakan masyarakat dunia.

v  ada aturan main yang tidak fair yang menguntungkan negaar kaya dan korporasi.

v   Kedua terlalu mengunggulkan nilai material di atas nilai lainnya.

v  Ketiga aturan perdagangan dunia menenggelamkan kedaulatan Negara miskin.

v  Keempat pertumbuhan ekonomi berdasar hukum pasar hanya menguntungkan sebagian orang dan memperlebar kesenjangan. Kelima model Amerika yang dipaksakan atas negara miskin merusak dan menimbulkan kebencian atau perlawanan.

Ø  Posisi Indonesia

Ketika Stiglitz berkunjung ke Indonesia pada bulan Agustus 2007, ia mengingatkan supaya Indonesia keluar dari lingkungan pemahaman yang keliru terhadap globalisasi. Selama ini kelemahan kita adalah “kebodohan” dan “kepengecutan” kita sendiri sehingga seluruh mantra globalisasi seperti ditawarkan oleh IMF, Bank Dunia, dan WTO kita telan semuanya tanpa daya dan nalar kritis yang diperlukan.

Stiglitz mengigatkan bahwa liberalisasi pasar modal seperti yang telah dipraktekkan oleh Indonesia bukanlah sebuah solusi. “Indonesia perlu agenda baru” . ini adalah usulan terpenting stiglitz yang seyogyanya kita dengarkan dengan cermat dan obyektif. Diantara agenda baru itu adalah land reform dan investasi yang lebih berkaitan dengan pendidikan. Disamping itu ada semacam agenda mendesak, yakni melakukan negosiasi ulang terhadap seluruh kontrak karya pertambangan yang pada intinya merugikan Indonesia sendiri dan memberikan keuntungan eksesif pada korporasi asing. Jika pemerintah berani maka Indonesia akan memperoleh keuntungan jauh lebih besar. Saran Stiglitz lain adalah nasionalisasi eksplorasi migas.

BAB IV

PAX AMERICANA

Sebagai salah satu pemenang Perang Dunia ll dan pemenang utama perang dingin, dapat dimaklumi bila Amerika Serikat ingin memegang kepemimpinan dunia. Keinginan untuk menjadi world leader  itu barangkali tidak perlu berkonotasi buruk bila dalam pelaksanaanya tetap melihat realitas politik dan ekonomi yang bergerak dinamis dan memperhatikan perubahan-perubahan geopolitik dan geoekonomik.

Pax Americana adalah sebuah keinginan Amerika serikat untuk menguasai dunia. Impian Pax Americana tumbuh pada masa Clinton.  Mereka ingin perlunya supremasi militer yang tak tertandingi oleh negara manapun.  PBB juga harus bisa dikuasai.  Cikal bakalnya adalah Defense Planning Guide dari tahun 1992 yang dirancang antara lain oleh Paul Wolfowitz mantan dubes AS di Indonesia.  Gagasan tersebut intinya  adalah  anggaran pertahanan harus diperbesar sehingga kesaktian militer  AS tidak akan tertandingi siapapun.  Serangan pendahuluan dan pencegahan boleh dilakukan di manapun dan kapanpun bila memenuhi kepentingan global AS.  Amerika berhak mengintervensi konflik di mana saja walaupun tidak dalam kepentingan langsungnya apabila masih dalam kepentingan sekutunya atau demi memelihara stabilitas internasional.

Doktrin Bush

Bila kita bicara tentang Doktrin Bush, maka rujukan pokok doktrin itu kita dapatkan dari NSS 2002. Kaitan NSS 2002 sebagai panduan kebijakan resmi Amerika dengan RAD buatan PNAC dan DPG yang digagas kelompok elite kaum neocons /hawkish/warmonger . Seorang pengamat mengatakan bahwa gagasan-gagasan agresif untuk membangun Pax Americana yang termuat dalam RAD hakekatnya mirip dengan isi Mein Kampf   Adolf Hitler. Kita diingatkan, dulu rakyat Jerman tidak peduli dengan Mein Kampf  kecuali setelah kekuasaan katastrofis Hitler runtuh membawa korban kemanusiaan tidak terperikan. Agaknya sebagian besar rakyat Amerika tidak begitu peduli dengan RAD, apalagi dengan DPG sebagai cikal bakal Doktrin Bush.

Bila kita baca NSS 2002 segera kelihatan bahwa Amerika, menurut Bush, memiliki kekuatan militer, ketangguhan ekonomi dan pengaruh politik yang tidak ada bandingannya. Dibandingkan dengan Negara-negara lain, hanya  AS saja yang pantas dan punya hak untuk menjaga stabilitas internasional dan sekaligus hak untuk melakukan intervensi di Negara mana saja dan kapan saja.

Kritik Terhadap Pax Americana

AS sedang dalam proses menurun karena langkahnya sendiri yang akan membawa akibat yang menyulitkannya.  Ekonomi AS akan melemah dan kawasan lain akan bangkit sehingga menyudutkannya.  Sudah saatnya para pemimpin AS belajar dari sejarah dan memperbaiki diri serta bersikap rendah hati. Karena Amerika dan sekutu-sekutunya dalam jangka tidak terlalu lama akan mengalami kemerosotan. Amerika sudah mulai melewati titik puncak prestasi politik, ekonomi, militer dan peradaban pada umumnya. Hukum cakra-manggilingan juga berlaku bagi siapa dan Negara mana saja.

Pax Americana yang dibayangkan oleh para pemikirnya akhirnya kandas karena bahwasanya didalam sejarah manusia sejak Adam dan Hawa, belum pernah ada satu bangsa atau bahkan kelompok bangsa dapat menguasai seluruh planet bumi. Ambisi Amerika itu dalam bahasa agama, bertentangan dengan sunatullah.

BAB V

KORPORATOKRASI

Dalam dunia ilmu social, istilah korporatokrasi belum digunakan secara luas dan relative baru. John Perkins, dalam bukunya Confessions of an Economic Hit Man (2004)  yang menggunakannya. Sesungguhnya istilah korporatokrasi dapat digunakan untuk menunjukkan betapa korporasi atau perusahaan besar memang dalam kenyataanya dapat mendikte, bahkan kadang-kadang membeli pemerintah untuk meloloskan mereka. Kalau pemerintahan yang dikuasai oleh kaum aristocrat (bangsawan) disebut sebagai aristokrasi, oleh plutocrat (orang kaya) disebut sebagai plutokrasi, oleh kleptokrat (maling,preman) disebut sebagai kleptokrasi, maka sebuah pemerintahan yang dikendalikan oleh korporatokrat (pemilik korporasi besar) dinamakan sebagai korporatokrasi.

Istilah korporatokrasi sebagai system atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomi dan politik global memiliki 7 unsur, yaitu:

1.       Korporasi besar.

Mereka berambisi menguasai dan menguras kekayaan bumi dan membangun sistem atau mesin kekuasaan untuk menciptakan imperium global.  Tujuan mereka adalah laba maksimal dengan biaya dan waktu minimal.  Semua cara untuk mendapatkannya bisa ditempuh.  Akibatnya banyak terjadi skandal.  Mereka melakukan banyak kejahatan seperti corporate crime alias white collar crime yang lebih dahsyat daripada kejahatan jalanan.  Mereka mampu mendiktekan pembuatan undang undang.  Mereka juga memiliki kekuatan politik sehingga selalu menang bila dibawa ke proses hukum.  Banyak jaksa dan hakim membela korporasi dan menghindari keadilan. Lembaga hukum yang ada umumnya tidak memiliki keberanian menjangkau kejahatan korporasi.

2.      Pemerintah

Secara teoritis pemerintah lebih kuat daripada korporasi karena memiliki lembaga penegak hukum,  kekuatan militer dan legitimasi dari rakyat.  Kenyataannya banyak pemerintah yang tunduk pada korporasi.  Eksekutif,  legislatif dan yudikatif hormat dan takut pada korporasi.Cara termudah korporasi menguasai pemerintah adalah dengan memberi dana kampanye kepada calon presiden  gubernur,  walikota,  bupati.  Setelah menang maka mereka akan membalas budi.

3.      Perbankan dan Lembaga Keuangan Internasional

IMF dan bank Dunia beperan sebagai instrumen untuk membela kapitalisme internasional,  mengupayakan keuntungan maksimal bagi korporasi besar dan melestarikan dominasi ekonomi Amerika.  Bank Dunia memberi bantuan mendanai proyek jalan,  waduk,  jembatan,  pembangkit listrik,  pelabuhan.  sekolah,  dan infrastruktur lain.  IMF membantu negara mencapai stabilitas finansial dan memberikan arahan (tekanan) apa yang harus dilakukan.  Negara penerima hutang harus tunduk pada syaratnya seperti menjual BUMN,  lupakan atau minimkan anggaran untuk kesehatan,  pendidikan,  perawatan anak,  dan dana pensiun.  Deregulasi,  membuka pasar untuk perdagangan bebas,  mengurangi subsidi industri lokal,  dan memperkecil tarif impor juga harus dilakukan.  Nilai tukar uang juga tidak boleh dipatok.  Ini semua bersumber dari Washington Consensus.

4.      Militer

Michael Chussudowski mengatakan bahwa militer Amerika memiliki tautan erat dengan lembaga lembaga keuangan internasional,  perusahaan minyak dan lain lain sehingga kepentinagn mereka identik.  Militer Amerika sudah menjadi sebuah pelayanan perlindungan minyak global.

5.      Media Massa

Meskipun dalam teori demokrasi media massa termasuk dalam wilayah demokrasi keempat,  dalam prakteknya mereka juga menjadi hamba korporasi.  Di Amerika sendiri media massa utama yang mampu membentuk opini publik telah menjadi alat kepentinagn korporasi.  Mereka menyuarakan kepentingan korporasi besar.  Ada empat filter bagi mereka.  Pertama ukuran,  kepemilikan,  dan orientasi profit.  Mereka dimiliki korporasi besar seperti General Electric,  Walt Disney,  Viacom,  AOL -Time Warner,  Carlyle Group,  Coca Cola dan lain lain.  Sudah ada beberapa wartawan yang dipecat akrena tidak tunduk kepada kepentinagn mereka.  Kedua,  kekuatan korporasi untuk memasang atau tidak emmasang iklan. Koran membutuhkan penghasilan dari iklan jadi mereka lemah terhadap tekanan ini.  Ketiga adalah sumber berita seperti Gedung Putih,  Pentagon Deplu dan lain lain.  Filter keempat adalah flak alias kritik dan ancaman terhadap media massa.  Pers bebas dan penyeimbang kekuasaan eksekutif,  legislatif fan judikatif hanya tinggal teori.  Pada kenyataannya pers dikuasai korporasi sehingga menyuarakan kepentinagn mereka.  Pers bukan lagi jadi watchdog tapi jadi lapdog bahkan subservient and stupid dog.

6.      Intelektual pengabdi kekuasaan

Universitas juga ditaklukkan oleh korporasi dengan kekuatan uang.  Donasi korporasi diberikan dengan ikatan.  bantuan dana untuk riset dan lain lain adalah untuk tujuan korporat.  Kasus yang pernah terungkap adalah bantuan dari Joseph Ruthman foundation kepada Universitas Toronto,  Kanada.  Di Amerika ada neo-lib dan neo-cons yang masuk ke pemerintahan Bush..

7.       Elite nasional bermental inlander

Negara berkembang yang bisa dijadikan komprador,  bawahan korporasi asing adalah negara yang pemimpinnya masih menderita penyakit mental.  Mereka merasa rendah diri dan kalah dengan asing.  Amin kawatir para pemimpin Indonesia masih menderita penyakit ini,  masih bermental inlander.  Orang yang berjiwa budak bersifat pasif,  menunggu perintah,  merasa nikmat dalam ketyergantungan.  Mental inlander terlihat dalam cara mengelola hutang,  hutan dan tambang,  termasuk pasir.  Akibatnya Indonesia terlilit hutang luar negri besar,  menjadi juara dunia penggundulan hutan,  dan kekayaan tambang kita dikuasai korporasi aing.  Pasir juga dikuasai asing untuk memperluas Singapura.

BAB VI

KORUPSI PALING BERBAHAYA : State Capture Corruption

            Korporasi asing menguasai Indonesia melalui State capture corruption atau state-hijacked corruption atau korupsi yang menyandera negara.   Kekuasaan negara di eksekutif,  legislatif dan judikatif telah menghamba pada kepentinagn asing dan melakukan korupsi paling besar dan berbahaya karena mempertaruhkan kedaulatan ekonomi,  kedaulatan politik dan bahkan kedaulatan pertahanan keamanan Indonesia.

Akibat korupsi ini kekayaan negara termasuk sumber daya alamnya dijarah siang malam selama puluhan tahun oleh korporasi asing dengan bantuan legalisasi,  rasionalisasi dan justifikasi pemerintah.

ZAMAN HABIBIE

Diterbitkan UU no 10/1988 tentang perbankan.  UU ini mendorong salah satu agenda Washington Consensus yaitu liberalisasi sektor keuangan dan perdagangan.  Repotnya,  itu dilakukan tanpa persiapan jaring pengaman. Pihak asing boleh memiliki saham bank sampai 99% di Indonesia,  lebih tinggi dari WTO yang 51%.  Dampaknya 6 dari 10 bank terbesar di Indonesia sudah dimiliki asing.

ZAMAN MEGAWATI

Pada era Megawati ini, ada kasus pemberian release and discharge,  pelepasan dan pembebasan para obligor klas trilyunan rupiah.  Hakekatnya ini adalah penyanderaan negara oleh para konglomerat bermasalah.  Menkeu,  ketua BPPN,  mentri BUMN,  jaksa agung,  dan menko dengan sepengetahuan Presiden merekayasa lewat persetujuan Master of Settlement and Acquisition Agreement,  untuk melayani kepentingan beberapa konglomerat jago kandang.  Obligor yang melakukan pelangaran legal lending limit (batas pemberian kredit) dan membuat non-performing loan lepas bebas.

ZAMAN YUDHOYONO

Pemerintah melanggar konstitusi dengan menetapkan anggaran pendidikan hanya 8% saja.  Pemerintah tidak mampu melakukan penghijauan kembali hutan yang gundul,  membeli senjata canggih untuk TNI,  menuntaskan flu burung,  memelihara jalan,  semua karena tidak ada uang.

Indonesia sudah menjadi negara melarat karena Indonesia sudah tergadaikan kepada korporasi asing lewat proses state capture corruption,  karena pemagang amanat rakyat masih bermental inlander.  Dari sekitar satu juta barrel produksi minyak Indonesia,  Pertamina hanya memproduksi sekitar 109 ribu barrel.  Sembilan puluh % dari 120 kontrak production sharing dikuasai oleh korporasi asing. Cara korporasi asing mengeksploitasi Indonesia adalah dengan “membeli” legislasi.  Banyak UU merupakan pesanan kartel neo kolonial.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN :

Apa Yang Harus Kita Kerjakan?

            Dengan kondisi yang telah kita alami sekarang ini, Indonesia memang belum sampai pada tahapan failed state atau Negara gagal. Akan tetapi pemerintahan sekarang ini pada dasarnya telah menjadi Broken Government, pemerintahan yang kocar-kacir, pecah koordinasi dan kepentingan rakyat banyak tidak terlayani.

Namun sebagai anak bangsa bapak Amien rais tentunya juga tidak hanya berdiam diri saja, atau hanya mengkritik tetapi beliau juga memberikan saran-saran untuk pemerintahan Indonesia agar lebih baik untuk kedepannya, berikut secara ringkas saran-saran tersebut:

  • Siapkan kepemimpinan nasional alternatif yang berjiwa merdeka dan bebas,  harus orang muda yang punya wawasan nasional dan internasional,  idealnya lintas suku,  agama,  parpol dan latar belakang ekonomi dan sosial.
  • Kepemimpinan baru harus tidak lagi jadi bagian state capture corruption yang membawa Indonesia ke kemiskinan dan kemunduran multi dimensi.  State capture corruption harus berhenti.
  • Ekonom dibutuhkan untuk gabung ke KPK untuk membantu mengatasi kejahatan ekonomi.
  • Kaji ulang semua kontrak production sharing dengan jujur dan rasional.  Negosiasi ulang adalah suatu keharusan.
  • Indonesia harus menghormati pacta sunt survanda tapi harus tidak melupakan klausul rebus sic stantibus.  kepentingan nasional adalah nomor satu.  Kepentingan korporasi asing harus tidak di atas kepentingan nasional.
  • Hentikan pembunuhan lingkungan.
  • Buat badan arbitrasi nasional.
  • Menghapus hutang adalah agenda mendesak.  Anggaran defisit harus dihentikan.
  • Semua UU strategis harus ditinjau ulang.  UU tentang tambang,  penanaman modal,  BUMN,  pertanian,  perkebunan,  listrik,  perairan,  kehutanan,  yang merugikan Indonesia harus dikaji ulang.
  •   Rekonstruksi ulang kebijakan ekonomi nasional,  dari yang pro kreditor dan investor asing ke yang pro rakyat.
  • Tegakkan hukum tanpa diskriminasi.

Tinggalkan komentar

Patologi Birokrasi

Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang muncul akibat perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang menyangkut politis, ekonomis, social cultural dan teknologikal.[[1]]

Patologi birokrasi atau penyakit birokrasi adalah “hasil interaksi antara struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel lingkungan yang salah”.[[2]] Patologi birokrasi muncul dikarenakan hubungan antar variabel  pada struktur birokrasi yang terlalu berlebihan, seperti rantai hierarki panjang, spesialisasi, formalisasi dan kinerja birokrasi yang tidak linear.

Adapun macam-macam patologi birokrasi antara lain:

  1. Paternalistik, yaitu atasan bagaikan seorang raja yang wajib dipatuhi dan dihormati, diperlakukan spesial, tidak ada kontrol secara ketat, dan pegawai bawahan tidak memiliki tekad untuk mengkritik apa saja yang telah dilakukan atasan. Hal tersebut menjadikan pelayanan publik kurang maksimal dikarenakan sikap bawahan yang terlalu berlebihan terhadap atasan sehingga birokrasi cenderung mengabaikan apa yang menjadi kepentingan masyarakat sebagai warga negara yang wajib menerima layanan sebaik mungkin;
  2. Pembengkakan  anggaran, terdapat beberapa alasan mengapa hal ini sering terjadi yaitu: semakin besar anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan semakin besar pula peluang untuk memark-up anggaran, tidak adanya kejelasan antara biaya dan pendapatan dalam birokrasi publik, terdapatnya tradisi memotong anggaran yang diajukan pada proses perencanaan anggaran sehingga memunculkan inisiatif pada orang yang mengajukan anggaran untuk melebih-lebihkan anggaran, dan kecenderungan birokrasi mengalokasikan anggaran atas dasar input. Pembengkakan anggaran akan semakin meluas ketika kekuatan civil society lemah dalam mengontrol pemerintah;
  3. Prosedur yang berlebihan akan mengakibatkan pelayanan menjadi berbelit-belit dan kurang menguntungkan bagi masyarakat ketika dalam keadaan mendesak;
  4. Pembengkakan birokrasi, dapat dilakukan dengan menambah jumlah struktur pada birokrasi dengan alasan untuk meringankan beban kerja dan lain-lain yang sebenarnya struktur tersebut tidak terlalu diperlukan keberadaannya. Akibatnya banyak dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang dikeluarkan oleh pemerintah yang secara tidak langsung dapat merugikan Negara. Sehingga anggaran menjadi kurang tepat sasaran; dan
  5. Fragmentasi birokrasi, banyaknya kementerian baru yang dibuat oleh pemerintah lebih sering tidak didasarkan pada suatu kebutuhan untuk merespon kepentingan masyarakat agar lebih terwadahi tetapi lebih kepada motif tertentu.[[3]]

Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (1994) menyebut serangkaian contoh penyakit (patologi) birokrasi yang lazim dijumpai. Penyakit – penyakit tersebut dapat dikategorikan dalam lima macam :

  1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial para pejabat dilingkungan birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap, arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.
  2. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional. Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan ketidakcekatan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan.
  3. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar norma hukum dan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap, korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.
  4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif. Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin.
  5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di lingkungan pemerintah. Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.[[4]]

Adapun ruang lingkup patologi birokrasi itu sendiri bila menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk, dapat dipetakan dalam dua konsep besar yakni :

  1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.
  2. Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi :perilaku korup, tidak sensitive, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.[[5]]

Pemecahan Masalah Patologi Birokrasi

Menilik  banyaknya penyakit yang melekat pada birokrasi, maka dari itu diperlukan adanya suatu penanggulangan untuk memperbaiki birokrasi agar lebih baik, cepat tanggap dan mampu merespon apa yang menjadi kepentingan masyarakat. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam rangka mengatasi birokrasi atau bahasa lainnya menyembuhkan penyakit-penyakit kronis yang melekat pada birokrasi yaitu, mengembangkan kebijakan pembangunan birokrasi yang holistis (menyeluruh) agar mampu menyentuh semua dimensi baik itu sistem, struktur, budaya, dan perilaku birokrasi; mengembangkan sistem politik yang demokratis dan mampu mengontrol jalannya pemerintahan dengan maksud agar pemerintah lebih transparan, tanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan dan masyarakat dengan mudah mengakses informasi publik; mengembangkan birokrasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi seperti, e-government, e-procurement untuk mempermudah interaksi antara masyarakat dengan para pemberi layanan[[6]].Akan tetapi sistem berbasis teknologi tersebut tetap perlu dimonitoring dan dikawal terkait dengan pengimplementasiannya guna meminimalisir terjadinya kecurangan yang dilakukan birokrasi.

Berikut alternatif pemecahan masalah patologi di tubuh birokrasi dalam membangun pelayanan publik yang efisien, responsif, dan akuntabel dan transparan perlu ditetapkan kebijkan yang menjadi pedoman perilaku aparat birokrasi pemerintah sebagai berikut :

  1. Dalam hubungan dengan berpola patron klien tidak memiliki standar pelayanan yang jelas/pasti, tidak kreatif. Perlu membuat peraturan Undang – Undang pelayanan publik yang memihak pada rakyat.
  2. Dalam hubungan dengan struktur yang gemuk, kinerja berbelit – belit, perlu dilakukan restrukturisasi brokrasi pelayanan publik.
  3. Untuk mengatasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme selain hal diatas diharapkan pemerintah menetapkan perundangan dibidang infomatika (IT) sebagai bagian pengembangan dan pemanfaatan e Goverment agar penyelenggaraan pelayanan publik terdapat transparasi dan saling kontrol.
  4. Setiap daerah provinsi dan kabupaten dituntut membuat Perda yang jelas mengatur secara seimbang hak dan kewajiban dari penyelenggara dan pengguna pelayanan publik.
  5. Setiap daerah diperlukan lembaga Ombusman. Lembaga ini bisa berfungsi ingin mendudukan warga pada pelayanan yang prima. Ombusman harus diberikan kewenangan yang memadai untuk melakukan investigasi dan mencari penyelesaian yang adil terhadap perselisihan antara pengguna jasa dan penyelenggara dalam proses pelayanan publik.
  6. Peran kualitas sumber daya aparatur sangat mempengaruhi kualitas pelayanan, untuk itu kemampuan kognitif yang bersumber dari intelegensi dan pengalaman, skill atau ketrampilan, yang didukung oleh sikap (attitude) merupakan faktor yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah patologi atau penyakit birokrasi yang berhubungan dengan pelayanan publik. Untuk itu pelatihan diharapkan mampu menjadi program yang berkelanjutan agar sumber daya aparatur memeliki kecerdasan inteltual, emosional dan spiritual sebagai landasan dalam pelayanan publik.

Pengembangan sumber daya aparatur bukanlah satu – satunya cara untuk keluar dari kemelut birokrasi. Tetapi sebagai sebuah usaha tentu ada hasilnya, keseluruhan pembinaan kualitas birokrasi atau aparatur pemerintah setidaknya ada setitik pencerahan, namun harus tetap ditingkatkan secara terus menerus agar dapat diciptakan sosok birokrasi atau aparatur yang profesional dan berkarakter. Dengan usaha – usaha yang seperti telas disampaikan pada pembahasan diatas diharapkan dapat mewujudkan Good Governance. Meningkatkan profesionalisme birokrasi melalui perubahan paradigma, perilaku dan orientasi pelayanan kepada publik.[[7]]

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

 

Sondang P. Siagian.1994.  Patologi Birokrasi  Analisis Identifikasi dan Terapinya. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

 

Referensi:

Ali Andrias, S.IP., M.Si. 2012. Patologi Birokrasi dan Pelayanan Publik .

http://king-andrias.blogspot.com/2012/04/materi-kuliah-patologi-birokrasi-dan.html. Diakses 23 februari 2013.

 

Novianti, piping. 2011. Patologi Birokrasi di Indonesia.

http://pipingnoviati.wordpress.com/2011/12/22/patologi-birokrasi-di-indonesia-2/. Diakses 23 februari 2013.


[1] Hand Out Kuliah Manajemen Pelayanan Publik.

[2] Agus Dwiyanto. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. Hal 63.

[3] Id. at 65-118.

 

[4] Sondang P. Siagian.1994.  Patologi Birokrasi  Analisis Identifikasi dan Terapinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hal. 35-81.

[5] Ali Andrias, S.IP., M.Si. 2012. Patologi Birokrasi dan Pelayanan Publik .

http://king-andrias.blogspot.com/2012/04/materi-kuliah-patologi-birokrasi-dan.html. Diakses 23 februari 2013.

[6] Agus Dwiyanto. 2011. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. Hal 118-128.

[7] Novianti, piping. 2011. Patologi Birokrasi di Indonesia.

http://pipingnoviati.wordpress.com/2011/12/22/patologi-birokrasi-di-indonesia-2/. Diakses 23 februari 2013.

 

Tinggalkan komentar